Selasa, 30 Agustus 2011

Perbedaan Idul Fitri Karena Penyimpangan Astronomi


Prof DR Thomas Djamaluddin. Credit: facebook

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menilai perbedaan penetapan Idul Fitri pada tahun ini karena adanya penyimpangan dari kelaziman astronomi modern dalam hisab dan rukyat.

Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Prof Dr Thomas Djamaluddin. Menuruntya penyimpangan dari kelaziman astronomi modern ini, dengan masih digunakannya metode lama dalam hisab dan rukyat, yang digunakan oleh ormas Islam.

“Metode lama ini misalnya, hisab urfi hanya dengan periode tetap, dengan pasang air laut, serta metode wujudul hilal,” ujar Thomas Djamaluddin, saat ditemui usai mengikuti Sidang Isbat di Jakarta, Senin (29/8/2011).

Menurutnya selama Muhammadiyah masih mengunakan hisab wujudul hilal, maka bisa dipastikan penetapan tanggal Idul Fitri pada tahun-tahun mendatang juga akan mengalami perbedaan, yang akhirnya kembali membingungkan masyarakat.

“Kalau kriteria Muhammadiyah tidak diubah, dapat dipastikan awal Ramadhan 1433, 1434 dan 1435 hijriah atau pada tahun 2012 hingga 2014, juga akan berbeda, dan masyarakat dibuat bingung, tetapi hanya disodori solusi sementara. Mari kita saling menghormati,” katanya.

Lebih lanjut Thomas mengatakan perbedaan Idul Fitri itu akan terus berulang, yakni ketika bulan pada posisi yang sangat rendah, tetapi sudah positif di atas ufuk. “Ya contohnya pada penentuan Idul Fitri 2011 ini, yakni saat Maghrib 29 Ramadhan atau 29 Agustus, bulan sudah positif, tetapi tingginya di seluruh Indonesia hanya sekitar 2 derajat atau kurang,” jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, dengan posisi bulan seperti itu, Muhammadiyah sejak awal sudah mengumumkan Idul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011 karena bulan sudah wujud di atas ufuk saat Maghrib 29 Agustus 2011, padahal saat itu bulan masih terlalu rendah untuk bisa memunculkan hilal yang teramati sesuai dalil syar`i.

"Perlu diketahui, kemampuan hisab sudah dimiliki semua ormas Islam secara merata, termasuk NU dan Persis, sehingga data hisab seperti itu sudah diketahui umum. Dengan perangkat astronomi yang mudah didapat, siapa pun kini bisa menghisabnya, tidak ada yang istimewa," katanya.

Sedangkan, menurut dia, metode Imkan Rukyat adalah tren baru astronomi yang berupaya menyelaraskan dengan dalil syar`i, ujar alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Ia mengakui sering mengritik metode hisab rukyat. Oleh karena, ia menilai, perhitungan imkan rukyat kini sangat mudah dilakukan, terbantu dengan perkembangan perangkat lunak astronomi, bahkan informasi imkanrur rukyat atau visibilitas hilal juga sangat mudah diakses di Internet. (Sumber: inilah.com)

0 komentar:

Posting Komentar